PEMANFAATAN TEKNOLOGI SATELIT
Potensi sumberdaya hayati laut di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Belum maksimalnya pemanfaatan sumberdaya hayati(perikanan) tersebut selain disebabkan terbatasnya alat penangkapan ikan yang dimiliki para nelayan Indonesia juga disebabkan masih rendahnya teknologi informasi yang dapat memberikan gambaran yang lebih akurat terhadap lokasi penangkapan ikan (fishing ground). Untuk itu, pengembangan teknologi yang akan membantu usaha penangkapan ikan perlu dilakukan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Salah satu pengembangan teknologi tersebut adalah teknologi penginderaan jauh.
Teknologi penginderaan jauh dengan satelit dapat mendeteksi perairan Indonesia yang luas, salah satunya dengan menggunakan satelit lingkungan dan cuaca NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Satelit ini dilengkapi dengan sensor AVHRR(Advanced Very High Resolution Radiometer) yang dapat mendeteksi suhu permukaan laut dengan menggunakan kanal infra merah jauh. Beberapa sensor satelit yang biasanya digunakan untuk aplikasi kelautan; sensor SeaWifs (ocean color sea-viewing Wide Field-of View), OCTS (Ocean Color Temperatur Scanner), muliti spectral MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), dan sensor altimeter TOPEX (Topography Experiment). Data yang dapat diperoleh dari sensor-sensor ini diantaranya temperatur permukaan laut (Sea Surface Temperature), konsentrasi klorofil, kandungan uap air, angin permukaan laut dan arus. Dari data sensor satelit yang diproses dapat diinterpretasikan fonomena laut yang dihubungkan dengan potensi keberadaan ikan seperti proses upwelling -- peristiwa naiknya massa air ke atas, dicirikan dengan menurunnya suhu, dan meningkatnya nilai salinitas di daerah tersebut dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini, diikuti dengan meningkatnya kandungan zat hara dan penurunan konsentrasi oksigen terlarut. Jika massa air yang kaya zat hara ini berhasil mencapai lapisan eufotik maka zat hara yang melimpah akan ‘merangsang’ perkembangan fitoplankton di lapisan permukaan yang selanjutnya akan meningkatkan kesuburan perairan dan pada akhirnya akan meningkatkan populasi ikan di perairan tersebut(Wyrtki, 1961 dan Ilahude, 1970). – dan pembentukan daerah front -- bertemunya dua massa air yang berbeda. Menurut Pond and Pickard (1983), 90% dari produksi perikanan dunia terdapat pada daerah-daerah demikian, walaupun daerah-daerah tersebut umumnya hanya mencakup 2-3% dari seluruh muka laut.
Kawasan Indonesia merupakan daerah tempat bertiupnya angin muson (monsoon) yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah. Arus permukaan di perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh angin ini, sehingga pola arus yang terbentuk sangat ditentukan oleh musim yang sedang berlangsung. Pada bulan Juni hingga Agustus (musim timur) bertiup angin timur dengan arah arus permukaan bergerak dari timur ke barat, sedangkan pada bulan Desember hingga Februari (musim barat) bertiup angin barat dengan arah arus permukaan bergerak dari arah barat ke timur. Pada bulan Maret ke Mei serta September ke Nopember berlangsung musim pancaroba (peralihan), dimana pada musim ini gerakan arus permukaan tidak teratur (Wyrtki, 1961).
Pengetahuan tentang Arus Lintas Indonesia tidak hanya krusial dalam keseimbangan bahang dan nilai salinitas di Samudera India tetapi juga memainkan satu peranan penting dalam sirkulasi global dari massa air di lapisan termoklin. Hal ini menarik perhatian para peneliti untuk melakukan penelitian yang berkesinambungan (Piola and Gordon 1985; Gordon 1986; Broecker 1991).
Organisme di laut seperti ikan sangat peka terhadap perubahan beberapa parameter oseanografi. Ikan akan berusaha mencari daerah dengan kondisi oseanografi yang sesuai untuk perkembangannya, disamping faktor ketersediaan makanan berupa plankton (Laevastu and Hela, 1981). Di antara parameter oseanografi, suhu dan salinitas adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan proses kehidupan dan penyebaran organisme di laut. Dengan mengetahui suhu optimum ikan dan salinitasnya, maka keberadaan kelompok-kelompok ikan jenis tertentu dapat dideteksi. Untuk mempelajari hubungan antara tingkah laku ikan dengan kondisi oseanografi perlu data yang berkesinambungan, namun disadari penyediaan data oseanografi melalui pengukuran langsung memerlukan biaya yang relatih besar. Alternatif yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh untuk penyediaan data tersebut.
Rujukan:
Broecker, W. S. 1991 : The Great Conveyor Belt. Oceanogr., 4, 79 – 89. [1.2,2.1,4.7
Gordon, A.L. 1986. Interocean Exchange of Thermocline Water. J. Phys. Oceanogr., 91, 5037-5046.
Ilahude, A. G. 1970. On the Occurance of Upwelling in Southern Macassar Strait. Marine Research in Indonesia. No 10: 3-23
Laevastu, T and I. Hela. 1981. Fisheries Oceanography. Fishing News (book). Oxford
Piola, A., and A. L. Gordon, 1986. On Oceanic Heat and Freshwater Fluxes 30°S. J. Phys. Oceanogr., 16, 2184 – 2190 [4.7].
Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report Vol. 2. Scripps Institution of Oceanography, La Jolla, California.
Selasa, 25 November 2008
Label
Wacana
Sabtu, 22 November 2008
KEPASTIAN ITU?
Minggu-minggu ini banyak diantara orang yang mencari kerja berharap ada kepastian untuk dapat diterima menjadi PNS(pegawai negeri sipil). Ada yang mengetahui jauh hari dirinya akan menjadi PNS karena dia honorer sebelumnya(pemerintah menjanjikan akan mengangkat semua honorer menjadi PNS)dan ada yang berharap dari test yang diikuti beberapa waktu yang lalu. Semua orang berharap kepastian yang akan membawa kebahagian akan datang menghampiri. Namun apakah kepastian yang diharapkan itu pasti akan membawa kebahagian? Dapatkah seseorang memastikan bahwa besok dia akan mendapatkan rejeki berlimpah atau memastikan hari ini dapat bertemu dengan teman lamanya. Sangat sulit untuk memastikan. Lalu adakah didunia ini sesuatu yang pasti terjadi?
Ada jawabannya, namun banyak orang melupakannya walaupun signal menuju kepastian itu sudah diberikan yaitu KEMATIAN. "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan".(QS. Ali Imran : 185)
Sudahkan kita mempersiapkan diri untuk menuju kematian yang pasti terjadi dengan amal perbuatan yang sholeh?
Minggu-minggu ini banyak diantara orang yang mencari kerja berharap ada kepastian untuk dapat diterima menjadi PNS(pegawai negeri sipil). Ada yang mengetahui jauh hari dirinya akan menjadi PNS karena dia honorer sebelumnya(pemerintah menjanjikan akan mengangkat semua honorer menjadi PNS)dan ada yang berharap dari test yang diikuti beberapa waktu yang lalu. Semua orang berharap kepastian yang akan membawa kebahagian akan datang menghampiri. Namun apakah kepastian yang diharapkan itu pasti akan membawa kebahagian? Dapatkah seseorang memastikan bahwa besok dia akan mendapatkan rejeki berlimpah atau memastikan hari ini dapat bertemu dengan teman lamanya. Sangat sulit untuk memastikan. Lalu adakah didunia ini sesuatu yang pasti terjadi?
Ada jawabannya, namun banyak orang melupakannya walaupun signal menuju kepastian itu sudah diberikan yaitu KEMATIAN. "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan".(QS. Ali Imran : 185)
Sudahkan kita mempersiapkan diri untuk menuju kematian yang pasti terjadi dengan amal perbuatan yang sholeh?
Label
Renungan Malam
Senin, 03 November 2008
DEMOKRASI
Sebuah kata, banyak makna. Tergantung siapa yang berkuasa. Walaupun ada pengertian baku ‘kekuasaan ada di tangan rakyat, suara rakyat suara tuhan’ hanya sekedar slogan tanpa makna yang ada siapa yang kuat dialah pemegang kekuasaan.
Sewaktu kita masih kecil, pernah dengar perkataan orangtua ‘lihat itu si Fulan orangnya pintar, dan juga rajin membantu kedua orang tuanya, kamu juga harus bisa seperti dia’. Orang tua mencontohkan sesauatu yang baik dengan contoh yang nyata, dapat dilihat dan dibayangkan kepada anaknya begitu juga ketika memberikan contoh yang buruk.
Bagaimana dengan demokrasi, yang digembar-gemborkan sebagai system modern yang baik, yang bisa menjawab segala problem kemanusiaan. Realitanya, tidak ada satupun dari system ini yang memberikan contoh yang baik, yang ada hanya tambal sulap.
Logika apa yang digunakan untuk tetap mempertahankan system demokrasi? Seharusnya, orang-orang yang mengagung-agungkan demokrasi berfikir untuk segera meninggalkan system ini.
Sebuah kata, banyak makna. Tergantung siapa yang berkuasa. Walaupun ada pengertian baku ‘kekuasaan ada di tangan rakyat, suara rakyat suara tuhan’ hanya sekedar slogan tanpa makna yang ada siapa yang kuat dialah pemegang kekuasaan.
Sewaktu kita masih kecil, pernah dengar perkataan orangtua ‘lihat itu si Fulan orangnya pintar, dan juga rajin membantu kedua orang tuanya, kamu juga harus bisa seperti dia’. Orang tua mencontohkan sesauatu yang baik dengan contoh yang nyata, dapat dilihat dan dibayangkan kepada anaknya begitu juga ketika memberikan contoh yang buruk.
Bagaimana dengan demokrasi, yang digembar-gemborkan sebagai system modern yang baik, yang bisa menjawab segala problem kemanusiaan. Realitanya, tidak ada satupun dari system ini yang memberikan contoh yang baik, yang ada hanya tambal sulap.
Logika apa yang digunakan untuk tetap mempertahankan system demokrasi? Seharusnya, orang-orang yang mengagung-agungkan demokrasi berfikir untuk segera meninggalkan system ini.
Label
Renungan Malam
Senin, 01 September 2008
Jumat, 15 Agustus 2008
KELAUTAN, PERIKANAN DAN KEBANGKITAN INDONESIA
Tulisan yang dimuat dalam PricewaterhouseCoopers dengan judul “The World in 2050 How big will the major emerging market economies get and how can the OECD compete?” sangatlah menarik untuk disimak. Dalam tulisan tersebut Indonesia diprediksi akan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan pada tahun 2050. Prediksi tingkat pertumbuhan ekonomi ini mirip dengan apa yang ditulis “The Global Economy” (The Economist, 1/10/1994) yang menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi kelima terbesar di dunia pada tahun 2020.
Laporan dalam PricewaterhouseCoopers menjelaskan, jika Gross National Product(GNP) Amerika Serikat dianggap sebagai 100%, pada 2005, akan didapatkan urutan sepuluh besar sebagai berikut: AS(100%), China(76%), Japan(32%), India(30%), Jerman(20%), Inggris(16%), Perancis(15%), Italia(14%), Brazil(13%), Rusia(12%), dan Indonesia ada diurutan ke-12 (7%). Kesemua itu dihitung dengan menggunakan pedoman Purchasing Power Parity (PPP). Pada 2050 urutan tersebut akan berubah. Diperkirakan China akan menjadi(143%), AS dan India(100%), Brasil(25%), Jepang(23%), dan Indonesia ada diurutan ke-5 (19%). Menarik bahwa Indonesia meningkat dari urutan ke-12 tahun 2005 menjadi urutan ke-5 pada tahun 2050.
Prediksi dalam laporan PricewaterhouseCoopers sangat memberikan harapan bagi bangsa Indonesia yang akan menjadi kekuatan ekonomi kelas menengah setelah China, India, As, Brasil, dan Jepang. Pertanyaannya, dari sumberdaya kelautan dan perikanan apa yang dapat dikontribusikan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan tersebut?
Jika dilihat pontensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia sangatlah besar dan beragam, dengan luas wilayah laut secara kualitatif lebih luas dbandingkan luas daratan. Berdasarkan Pasal 2 UU No 9 tahun 1985 tentang Perikanan, perairan Indonesia terdiri dari perairan laut, sungai, waduk dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia serta zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jika dirincin secara makro, besarnya potensi tersebut meliputi;
(1)Sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) didalamnya termasuk sumberdaya perikanan, mangrove, lamun, terumbu karang, dan sumberdaya biologi lainnya,
(2)Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui(non renewable resources), seperti barang tambang dilautan
(3)Sumberdaya energi laut, terutama energi angin, arus dan pasang surut,
(4)Sumberdaya lain diluar ketiga diatas yang dikenal dengan istilah environment services, diantaranya parawisata, tranportasi, dan pengatur iklim/cuaca.
Besarnya potensi tersebut seharusnya dapat mendukung pembangunan nasional, terutama dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan terpeliharanya daya dukung lingkungan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Pentingnya pembangunan kelautan dan perikanan yang terpadu dan berkesinambungan semakin diperlukan, dengan melihat keberhasilan beberapa negara dalam pembangunan keluatan dan perikanan. Menurut Tambulon, H (2005), perikanan Korea Selatan memiliki panjang pantai 2.713 km, kontribusi terhadap GDP 37% senilai 147 miliar dolar pada tahun 1992. Jepang memiliki panjang pantai 34.386, kontribusi terhadap GDP 54% senilai 21.400 miliar dolar AS. RRC memiliki panjang pantai 32.000 km, kontribusi terhadap GDP 48,4% senilai 17.350 miliar dolar AS pada tahun 1999. Negara RRC ini memiliki luas perairan 503 ribu km persegi, memproduksi perikanan senilai 34 miliar dolar AS atau 41 juta ton/tahun, terdiri 15 juta ton penangkapan ikan, 11 juta ton budidaya laut, dan 15 juta ton budidaya ikan tawar.
Islandia memiliki nilai ekspor perikanan 4,2 miliar dolar AS dan GNP/kapita 26.000 dolar AS/tahun, selain itu memiliki nilai ekspor produk barang dan jasa 70% berasal dari perikanan, yang memberikan kontribusi terhadap GDP 65%. Norwegia dengan GNP/kapita 30.000 dolar AS/tahun dengan kontribusi Dri perikanan terhadap GDP mencapai 25%. Khusus ikan salmon, Norwegia mencatat nilai ekspor 2 miliar dolar AS/tahun.
Philipina memiliki pulau 7.200 buah pada tahun 1998 mencatat nilai ekspor rumput laut sebesar 700 juta dolar AS sedangkan dalam waktu yang sama Indonesia hanya menghasilkan devisa 45 juta dolar AS, padahal 60% bahan bakunya diimpor dari Indonesia. Indonesia sendiri memiliki panjang pantai 81.000 km, pada tahun 1999 hanya memberikan kontribusi terhadap GDP 20% senilai 28 miliar dolar AS.
Menurut Tampubolon, H(2005) prediksi volume ekspor perikanan budidaya dari tahun 2005sampai tahun 2009, naik rata-rata 16,23% pertahun, dari 402.831 ton menjadi 741.976 ton. Secara nilai ekonomi naik rata-rata 16,50% pertahun, dari 1,609 miliar dolar AS pada tahun 2005 menjadi 2,937 miliar dolar AS pada tahun 2009. Prediksi penyerapan tenaga kerja dari tahun 2005 sampai tahun 2009, naik rata-rata 17,73% pertahun, dari 3.375.900 orang menjadi 6.484.350 orang.
Prediksi dari Sasaran Pembangunan Kelautan dan Perikanan pada 2006 sampai tahun 2009 produksi perikanan 7,7 juta ton, terdiri perikanan tangkap 5,1 juta ton dan budidaya 2,6 juta ton meningkat kumulatif sebesar 9,7 juta ton. Dengan nilai ekspor hasil perikanan 5 miliar dolar AS pada tahun 2006 meningkat menjadi 7,9 miliar dolar AS. Konsumsi ikan sebesar 30,65 kg/kapita/tahun meningkat menjadi 32,29 kg/kapita/tahun. Penyediaan kesempatan kerja pada perikanan tangkap 3,7 juta orang dan budidaya 3,9 juta orang meningkat secara kumulatif menyerap tenaga kerja 10,2 juta.
Pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia, didukung pula dengan adanya perubahan lingkungan global, yang ditandai dengan adanya liberalisasi perdagangan internasional. Liberasasi perdangangan memberikan peluang berupa penurunan hambatan tarif dan non tarif serta meningkatkan akses produk-produk dalam negeri ke pasar internasional. Disisi lain, liberalisasi perdangangan menuntut penghapusan dan proteksi sehingga akan meningkatkan pula akses produk luar negeri ke pasar dalam negeri. Konsekunsi dari liberalisasi perdagangan menyebabkan produk-produk yang diperdagangkan harus memenuhi standar atau kreteria tertentu, seperti ISO 9000 tentang isu kualitas, ISO 14000 tentang isu lingkungan, isu responsible fisheries. Indonesia telah menyepakati pula beberapa standar internasional misalnya SPS(Sanitary and Phytosanitary) yang mencakup keamanan panagan(Food Safety Attributes), dan kandungan gizi(Nutrition attributes). Karenanya perlu segara dikembangkan standarisasi produk dan proses di Indonesia, Jika tidak, produk perikanan Indonesia akan mengalami penolakan produk ekspor dengan alasan Non Tarrif Barrier for Trade. Produk-produk yang dihasilkan dengan adanya liberalisasi ini dituntut produk yang berkualitas tinggi dengan jumlah yang memadai serta dengan harga yang bersaing.
Menurut Pigott (1994), produk-produk perikanan akan sangat ditentukan oleh berbagai kriteria, seperti produk tersedia secara teratur dan sinambung, produk harus memiliki kualitas yang baik dan seragam, dan produk dapat disediakan secara massal. Indonesia mampu untuk memenuhi kriteria itu, karena ;
(1)Indonesia memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas,
(2)bidang kelautan dan perikanan memiliki daya saing tinggi yang didukung dengan baha baku dan produksi yang dihasilkan,
(3)industri kelautan dan perikanan memiliki hubungan yang kuat dengan industri-industri lain,
(4)sumberdaya di bidang kelautan dan perikanan yang selalu dapat diperbaharui sehingga dapat bertahan dalam jangka panjang asal dikelola dengan baik,
(5)umumnya industri keluatan dan perikanan berbasis sumberdaya lokal yang melimpah dengan harga yang murah dan dapat menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif.
Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan
Melihat potensi yang ada, maka kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan harus dibangun atas dasar keberadaan sumberdaya alamnya yang memang masih tersedia dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kebijakan pembangunan Indonesia baru ke depan harus ditopang oleh 4(empat) pilar utama yakni kelautan dan perikanan, kehutanan, pertanian dan pariwisata (Dahuri, R, 2002). Keempat pilar ini selain inputnya lokal dan berlimpah, juga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak disamping mampu juga menyaring dan membendung arus urbanisasi tenaga kerja dengan keahlian relatif rendah.
Berdasarkan analisis potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia maka perlu dikembangkan kebijakan, meliputi;
1. Pemanfaatan sumberdaya dan jasa kelautan secara optimal, efisien, dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan adalah pemanfaatan yang dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan generasi dimasa mendatang. Maka pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, dilakukan dengan meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan misalnya dengan mengatur penangkapan ikan agar tidak terjadi over fishing di statu perairan. Untuk jasa kelautan, maka perlu ketersediaan ruang yang sesuai untuk tempat tinggal,pariwisata,dan transportasi.
2. Membangun Sistem Hukum dan Kelembangan yang tangguh. Lemahnya implementasi dan penegakkan hukum(law enforcement) dan kelembagaan di bidang kelautan dan perikanan di Indonesia, menyebabkan rusaknya lingkungan, akibat sanksi hukum bagi perusak lingkungan yang tidak membuat jera pelakunya. dan hilangnya produk kelautan dan perikanan Indonesia yang di jual langsung ke luar negeri tanpa memenuhi aturan yang berlaku.
3. Menerapkan ilmu pengetahuan dan manajemen profesional pada setiap mata rata usaha bidang kelautan dan perikanan.
4. Membangun dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang kondusif. Investasi dibidang kelautan dan perikanan masih sulit dikembangkan disebabkan berbagai peraturan dan kepentingan serta sistem finasial yang tidak mendukung, yang akhirnya akan melemahkan kemampuan nelayan Indonesia. Jadi perlu suatu cara untuk menarik dan mempermudah investasi di bidang kelautan dan perikanan. Disini, partisipasi swasta sangat penting untuk mengembangkan kelautan dan perikanan yang efisien.
5. Meningkatkan perhatian pemerintah masyarakat luas terhadap bidang kelautan dan perikanan. Kurangnya perhatian pemerintah maupun masyarakat terhadap bidang kelautan dan perikanan, karena kurangnya informasi mengenai kelautan dan perikanan. Untuk itu perlu dikembangkan dan diperkuat sistem informasi kelautan dan perikanan dan menanamkan wawasan kelautan pada seluruh masyarakat, dengan harapan adanya kemauan politis dari pemerintah maupun masyarakat untuk memperhatikan bidang kelautan dan perikanan.
Pelaksanaan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dilakukan dalam suatu sistem berbasis perikanan yang terpadu. Sistem ini terdiri dari subsistem produksi, pengolahan pascapanen, dan pemasaran yang didukung oleh subsistem sarana produksi yang mencakup sarana dan prasarana, finasial, sumberdaya manusia dan IPTEK serta hukam dan kelembangaan. Pengadaan dan penyediaan sarana produksi harus mampu mendukung kebutuhan produksi, kegiatan produksi harus juga memperhatikan kondisi ekosistem perairan dan suberdayanya, serta menghubungkannya dengan kegiatan distribusi dan pemasarannya.
Penutup
Kemampuan untuk melihat dan menganalisis potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimiliki, ditambah kemampuan untuk melihat peluang yang ada dan pengaturan manajemen sumberdaya kelautan dan perikanan yang baik. Perkiraan Indonesia akan bangkit pada tahun 2050 dengan tingkat GNP yang cukup signifikan melalui bidang kelautan dan perikanan, serta didukung bidang-bidang lain seperti pertanian, kehutanan dan pariwisata bukan merupakan mimpi.
Bahan Rujukan
Dahuri, R. 2002. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Menggapai Cita-cita Luhur : Perikanan sebagai Andalan Nasional. Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia. ISPIKANI. Jakarta.
Hawksworth, John. 2006. The World in 2050 How big will the major emerging market economies get and how can the OECD compete?. PricewaterhouseCoopers.
Pigott, G.M. 1994. Who is the 21st Century Consumer. Infofish International.
Tambulon, H. 2005. Kembalikan Kejayaan Bahari. Jakarta
Tulisan yang dimuat dalam PricewaterhouseCoopers dengan judul “The World in 2050 How big will the major emerging market economies get and how can the OECD compete?” sangatlah menarik untuk disimak. Dalam tulisan tersebut Indonesia diprediksi akan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan pada tahun 2050. Prediksi tingkat pertumbuhan ekonomi ini mirip dengan apa yang ditulis “The Global Economy” (The Economist, 1/10/1994) yang menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi kelima terbesar di dunia pada tahun 2020.
Laporan dalam PricewaterhouseCoopers menjelaskan, jika Gross National Product(GNP) Amerika Serikat dianggap sebagai 100%, pada 2005, akan didapatkan urutan sepuluh besar sebagai berikut: AS(100%), China(76%), Japan(32%), India(30%), Jerman(20%), Inggris(16%), Perancis(15%), Italia(14%), Brazil(13%), Rusia(12%), dan Indonesia ada diurutan ke-12 (7%). Kesemua itu dihitung dengan menggunakan pedoman Purchasing Power Parity (PPP). Pada 2050 urutan tersebut akan berubah. Diperkirakan China akan menjadi(143%), AS dan India(100%), Brasil(25%), Jepang(23%), dan Indonesia ada diurutan ke-5 (19%). Menarik bahwa Indonesia meningkat dari urutan ke-12 tahun 2005 menjadi urutan ke-5 pada tahun 2050.
Prediksi dalam laporan PricewaterhouseCoopers sangat memberikan harapan bagi bangsa Indonesia yang akan menjadi kekuatan ekonomi kelas menengah setelah China, India, As, Brasil, dan Jepang. Pertanyaannya, dari sumberdaya kelautan dan perikanan apa yang dapat dikontribusikan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan tersebut?
Jika dilihat pontensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia sangatlah besar dan beragam, dengan luas wilayah laut secara kualitatif lebih luas dbandingkan luas daratan. Berdasarkan Pasal 2 UU No 9 tahun 1985 tentang Perikanan, perairan Indonesia terdiri dari perairan laut, sungai, waduk dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia serta zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jika dirincin secara makro, besarnya potensi tersebut meliputi;
(1)Sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) didalamnya termasuk sumberdaya perikanan, mangrove, lamun, terumbu karang, dan sumberdaya biologi lainnya,
(2)Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui(non renewable resources), seperti barang tambang dilautan
(3)Sumberdaya energi laut, terutama energi angin, arus dan pasang surut,
(4)Sumberdaya lain diluar ketiga diatas yang dikenal dengan istilah environment services, diantaranya parawisata, tranportasi, dan pengatur iklim/cuaca.
Besarnya potensi tersebut seharusnya dapat mendukung pembangunan nasional, terutama dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan terpeliharanya daya dukung lingkungan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.
Pentingnya pembangunan kelautan dan perikanan yang terpadu dan berkesinambungan semakin diperlukan, dengan melihat keberhasilan beberapa negara dalam pembangunan keluatan dan perikanan. Menurut Tambulon, H (2005), perikanan Korea Selatan memiliki panjang pantai 2.713 km, kontribusi terhadap GDP 37% senilai 147 miliar dolar pada tahun 1992. Jepang memiliki panjang pantai 34.386, kontribusi terhadap GDP 54% senilai 21.400 miliar dolar AS. RRC memiliki panjang pantai 32.000 km, kontribusi terhadap GDP 48,4% senilai 17.350 miliar dolar AS pada tahun 1999. Negara RRC ini memiliki luas perairan 503 ribu km persegi, memproduksi perikanan senilai 34 miliar dolar AS atau 41 juta ton/tahun, terdiri 15 juta ton penangkapan ikan, 11 juta ton budidaya laut, dan 15 juta ton budidaya ikan tawar.
Islandia memiliki nilai ekspor perikanan 4,2 miliar dolar AS dan GNP/kapita 26.000 dolar AS/tahun, selain itu memiliki nilai ekspor produk barang dan jasa 70% berasal dari perikanan, yang memberikan kontribusi terhadap GDP 65%. Norwegia dengan GNP/kapita 30.000 dolar AS/tahun dengan kontribusi Dri perikanan terhadap GDP mencapai 25%. Khusus ikan salmon, Norwegia mencatat nilai ekspor 2 miliar dolar AS/tahun.
Philipina memiliki pulau 7.200 buah pada tahun 1998 mencatat nilai ekspor rumput laut sebesar 700 juta dolar AS sedangkan dalam waktu yang sama Indonesia hanya menghasilkan devisa 45 juta dolar AS, padahal 60% bahan bakunya diimpor dari Indonesia. Indonesia sendiri memiliki panjang pantai 81.000 km, pada tahun 1999 hanya memberikan kontribusi terhadap GDP 20% senilai 28 miliar dolar AS.
Menurut Tampubolon, H(2005) prediksi volume ekspor perikanan budidaya dari tahun 2005sampai tahun 2009, naik rata-rata 16,23% pertahun, dari 402.831 ton menjadi 741.976 ton. Secara nilai ekonomi naik rata-rata 16,50% pertahun, dari 1,609 miliar dolar AS pada tahun 2005 menjadi 2,937 miliar dolar AS pada tahun 2009. Prediksi penyerapan tenaga kerja dari tahun 2005 sampai tahun 2009, naik rata-rata 17,73% pertahun, dari 3.375.900 orang menjadi 6.484.350 orang.
Prediksi dari Sasaran Pembangunan Kelautan dan Perikanan pada 2006 sampai tahun 2009 produksi perikanan 7,7 juta ton, terdiri perikanan tangkap 5,1 juta ton dan budidaya 2,6 juta ton meningkat kumulatif sebesar 9,7 juta ton. Dengan nilai ekspor hasil perikanan 5 miliar dolar AS pada tahun 2006 meningkat menjadi 7,9 miliar dolar AS. Konsumsi ikan sebesar 30,65 kg/kapita/tahun meningkat menjadi 32,29 kg/kapita/tahun. Penyediaan kesempatan kerja pada perikanan tangkap 3,7 juta orang dan budidaya 3,9 juta orang meningkat secara kumulatif menyerap tenaga kerja 10,2 juta.
Pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia, didukung pula dengan adanya perubahan lingkungan global, yang ditandai dengan adanya liberalisasi perdagangan internasional. Liberasasi perdangangan memberikan peluang berupa penurunan hambatan tarif dan non tarif serta meningkatkan akses produk-produk dalam negeri ke pasar internasional. Disisi lain, liberalisasi perdangangan menuntut penghapusan dan proteksi sehingga akan meningkatkan pula akses produk luar negeri ke pasar dalam negeri. Konsekunsi dari liberalisasi perdagangan menyebabkan produk-produk yang diperdagangkan harus memenuhi standar atau kreteria tertentu, seperti ISO 9000 tentang isu kualitas, ISO 14000 tentang isu lingkungan, isu responsible fisheries. Indonesia telah menyepakati pula beberapa standar internasional misalnya SPS(Sanitary and Phytosanitary) yang mencakup keamanan panagan(Food Safety Attributes), dan kandungan gizi(Nutrition attributes). Karenanya perlu segara dikembangkan standarisasi produk dan proses di Indonesia, Jika tidak, produk perikanan Indonesia akan mengalami penolakan produk ekspor dengan alasan Non Tarrif Barrier for Trade. Produk-produk yang dihasilkan dengan adanya liberalisasi ini dituntut produk yang berkualitas tinggi dengan jumlah yang memadai serta dengan harga yang bersaing.
Menurut Pigott (1994), produk-produk perikanan akan sangat ditentukan oleh berbagai kriteria, seperti produk tersedia secara teratur dan sinambung, produk harus memiliki kualitas yang baik dan seragam, dan produk dapat disediakan secara massal. Indonesia mampu untuk memenuhi kriteria itu, karena ;
(1)Indonesia memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas,
(2)bidang kelautan dan perikanan memiliki daya saing tinggi yang didukung dengan baha baku dan produksi yang dihasilkan,
(3)industri kelautan dan perikanan memiliki hubungan yang kuat dengan industri-industri lain,
(4)sumberdaya di bidang kelautan dan perikanan yang selalu dapat diperbaharui sehingga dapat bertahan dalam jangka panjang asal dikelola dengan baik,
(5)umumnya industri keluatan dan perikanan berbasis sumberdaya lokal yang melimpah dengan harga yang murah dan dapat menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif.
Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan
Melihat potensi yang ada, maka kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan harus dibangun atas dasar keberadaan sumberdaya alamnya yang memang masih tersedia dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kebijakan pembangunan Indonesia baru ke depan harus ditopang oleh 4(empat) pilar utama yakni kelautan dan perikanan, kehutanan, pertanian dan pariwisata (Dahuri, R, 2002). Keempat pilar ini selain inputnya lokal dan berlimpah, juga mampu menyerap tenaga kerja yang banyak disamping mampu juga menyaring dan membendung arus urbanisasi tenaga kerja dengan keahlian relatif rendah.
Berdasarkan analisis potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia maka perlu dikembangkan kebijakan, meliputi;
1. Pemanfaatan sumberdaya dan jasa kelautan secara optimal, efisien, dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan adalah pemanfaatan yang dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan generasi dimasa mendatang. Maka pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, dilakukan dengan meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan misalnya dengan mengatur penangkapan ikan agar tidak terjadi over fishing di statu perairan. Untuk jasa kelautan, maka perlu ketersediaan ruang yang sesuai untuk tempat tinggal,pariwisata,dan transportasi.
2. Membangun Sistem Hukum dan Kelembangan yang tangguh. Lemahnya implementasi dan penegakkan hukum(law enforcement) dan kelembagaan di bidang kelautan dan perikanan di Indonesia, menyebabkan rusaknya lingkungan, akibat sanksi hukum bagi perusak lingkungan yang tidak membuat jera pelakunya. dan hilangnya produk kelautan dan perikanan Indonesia yang di jual langsung ke luar negeri tanpa memenuhi aturan yang berlaku.
3. Menerapkan ilmu pengetahuan dan manajemen profesional pada setiap mata rata usaha bidang kelautan dan perikanan.
4. Membangun dukungan kebijakan fiskal dan moneter yang kondusif. Investasi dibidang kelautan dan perikanan masih sulit dikembangkan disebabkan berbagai peraturan dan kepentingan serta sistem finasial yang tidak mendukung, yang akhirnya akan melemahkan kemampuan nelayan Indonesia. Jadi perlu suatu cara untuk menarik dan mempermudah investasi di bidang kelautan dan perikanan. Disini, partisipasi swasta sangat penting untuk mengembangkan kelautan dan perikanan yang efisien.
5. Meningkatkan perhatian pemerintah masyarakat luas terhadap bidang kelautan dan perikanan. Kurangnya perhatian pemerintah maupun masyarakat terhadap bidang kelautan dan perikanan, karena kurangnya informasi mengenai kelautan dan perikanan. Untuk itu perlu dikembangkan dan diperkuat sistem informasi kelautan dan perikanan dan menanamkan wawasan kelautan pada seluruh masyarakat, dengan harapan adanya kemauan politis dari pemerintah maupun masyarakat untuk memperhatikan bidang kelautan dan perikanan.
Pelaksanaan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan dilakukan dalam suatu sistem berbasis perikanan yang terpadu. Sistem ini terdiri dari subsistem produksi, pengolahan pascapanen, dan pemasaran yang didukung oleh subsistem sarana produksi yang mencakup sarana dan prasarana, finasial, sumberdaya manusia dan IPTEK serta hukam dan kelembangaan. Pengadaan dan penyediaan sarana produksi harus mampu mendukung kebutuhan produksi, kegiatan produksi harus juga memperhatikan kondisi ekosistem perairan dan suberdayanya, serta menghubungkannya dengan kegiatan distribusi dan pemasarannya.
Penutup
Kemampuan untuk melihat dan menganalisis potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimiliki, ditambah kemampuan untuk melihat peluang yang ada dan pengaturan manajemen sumberdaya kelautan dan perikanan yang baik. Perkiraan Indonesia akan bangkit pada tahun 2050 dengan tingkat GNP yang cukup signifikan melalui bidang kelautan dan perikanan, serta didukung bidang-bidang lain seperti pertanian, kehutanan dan pariwisata bukan merupakan mimpi.
Bahan Rujukan
Dahuri, R. 2002. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Menggapai Cita-cita Luhur : Perikanan sebagai Andalan Nasional. Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia. ISPIKANI. Jakarta.
Hawksworth, John. 2006. The World in 2050 How big will the major emerging market economies get and how can the OECD compete?. PricewaterhouseCoopers.
Pigott, G.M. 1994. Who is the 21st Century Consumer. Infofish International.
Tambulon, H. 2005. Kembalikan Kejayaan Bahari. Jakarta
Label
Wacana
Langganan:
Postingan (Atom)